Berburu Biawak, Ambil Buah di Pasar
"Jangan meludah, Kota Solok kedatangan tamu" demikian warga Kota Solok satu sama lain saling memperingatkan begitu melihat rombongan Suku Anak
Dalam (SAD) masuk Solok, alias orang kubu. Mereka diketahui muncul dari kawasan pedalaman hutan Jambi
– Dharmasraya. Konon
ritual perjalanan mencari tanah leluhur ini dijadwalkan berlangsung tiga bulan, dan akan berakhir di Solok Selatan, sebelum akhirnya
memulai kehidupan baru di bibir hutan Taman Nasional Kerinci Sebelat
(TNKS). Lantas, apa saja kegiatan,cerita mereka selama singgah di Kota
Solok ?
Pusako News— Solok
Karena bukan pemandandagan
lazim, kehadiran sekelompok anak dalam (suku Kubu) sepanjang Jumat – sabtu
(4-5/3) turut mengundang perhatian warga, sekaligus menjadi bahan tontonan
segenap lapisan masyarakat. Mereka berjumlah 17 orang, berpenampilan
acak-acakan, tanpa alas kaki, plus menjujung bungkusan karung plastik yang
berisi entah apa.
Jika dilihat,
mereka berusia antara 10 – 50 tahun, sejumlah ibu-ibu pengikut rombongan tak
mau lepas menggendong balita di pangkuannya yang bertelanjang bulat, kaum bapak antusias menjujung bungkusan seraya melindungi anggota keluarganya. Panasnya
terik mentari tidak dihiraukan, mereka terus melakukan apa saja yang
menurut mereka benar, dan berjalan sesuai petunjuk pimpinan rombongan.
Sesekali mereka berhenti,
berkumpul di trotoar, di halaman rumah pinggir jalan, dan tanpa permisi memetik
buah untuk dimakan, sisanya dimasukan ke dalam karung plastik. Cekalanya,
kadang buah yang mereka petik malah mengundang kemarahan dari pemiliknya, bahkan mencaci maki. Namun setiap kali fenomena tersebut terjadi,
mereka yang tak tahu apa - apa hanya tersenyum tulus, lalu pergi meninggalkan
lokasi.
Saat dijumpai di ujung jembatan KTK, Kecamatan Lubuk Sikarah, rombongan misterius ini
kebetulan sedang beristirahat, sejumlah perempuan dewasa berselonjor di
trotoar, laki-laki dewasa menatap ke arah dasar sungai. Pengguna jalan yang
berlalu-lalang dibuat mendadak berhenti, bahkan tak ketinggalan
mengeluarkan ponsel dari celana untuk memotret.
“Jangan sampai meludah pak !
mereka rombongan orang kubu, punya ilmu kebatinan yang luar biasa.
Sempat meludah, pasti kualat, atau bisa mengikut dengan mereka,” pesan
salah-seorang bapak pada temannya yang ikut berhenti menyaksikan pemandangan
gratis tersebut.
Entah iya atau tidak, begitu
mendapat nasihat, lantas dua pria muda tadi langsung saja mengangguk, sekaligus
memaklumi sekian banyak larangan-pantangan sebagaimana dijelaskan bapak paruh
baya yang berdidi persis disampingnya. Yang tak kalah penting, jangan pula
mengeluarkan kalimat menyinggung, menyindir, apalagi menghina, dan mencaci maki.
“Lihat saja lah, jangan
banyak bertanya soal ini dan itu, ntar bisa menyinggung perasaan,” ingat seorang
warga pula pada ibu-ibu yang berboncengan dengan sepeda motor suaminya.
Diawasi Danramil, Sempat Ambil Buah Pasar, Berburu Biawak
Kedatangan Suku Anak Dalam di
Kota Solok juga seketika mendapat pengawasan dari Danramil 04
Kubung, Capt Tarmizi didampingi babinsa, setelah sebelumnya kelomopok suku kubu
tersebut dilaporkan sempat meresahkan, mengambil bahan dagangan berupa sayuran dan buah
di Pasar Solok, Bahkan juga diinformasikan tanpa permisi memetik
buah-buahan di depan rumah warga.
“Walau bagaimanapun juga
mereka tetap saudara kita. Terkait adanya laporan terkait tindakan yang
meresahkan, itu terjadi karena mereka tidak tahu akan hukum, aturan,
lantaran selama ini terasing tinggal di hutan,” kata Capt Tarmizi.
Untuk mengantisipasi hal-hal
tak diinginkan, Capt Tarmizi telah mencoba menfasilitasi menyediakan
kendaraan bagi kelompok tak lazim tersebut menuju daerah tujuannya, namun
kelompok anak dalam menolaknya dengan alasan melanggar aturan dan ketentuan
adat. Sebagai solusi, terpaksa dilakukan pengawasan dari jauh.
“Kami sudah mencoba berunding
dengan ketua rombongan, bernama Amat, 60, namun mereka bersikukuh
melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki ke Solok Selatan,” Imbuh Tarmizi.
Ritual Mencari Tanah Leluhur
Dari keterangan
pimpinan rombongan, Amat,60, perjalanan melelahkan itu adalah sebuah ritual wajib
bagi Suku Anak Dalam, bertujuan membuang sial, setelah sebelumnya sejumlah
anggota keluarganya meninggal dunia. Untuk memulai kehidupan baru, dilakukan
perjalanan selama tiga bulan yang disebut “mencari tanah leluhur”.
Adapun anggota dalam rombongan
seluruhnya berjumlah 17 orang, 4 perempuan, 3 balita, 6 anak-anak, serta
laki-laki dewasa dan lanjut tua. Akibat minimnya ketersediaan makanan selama
perjalanan, diantaranya sudah mulai kelelahan, badan kurus kering,
anak-anak bahkan mengaku telah kecapean.
“Demi keselamatan serta
tersedianya perbekalan yang cukup, Koramil 04 Kubung memberikan bantuan
makanan untuk suku Anak Dalam tersebut, dan selama dalam perjalanan akan terus
dipantau,” timpal Danramil.
Menurut penuturan Amat, selama
tiga hari berada di Solok, rombongan laki-laki telah berburu biawak di
sepanjang sungai Batang Lembang, sampai akhirnya
mengumpulkan 17 ekor biawak. Biawak ternyata termasuk makanan paling digemari suku Anak Dalam, bagian dagingnya dibakar, sementara kulit
dijadikan bahan pakaian.
Keluarga kami sudah banyak
mati, kampung habis terbakar dijadikan ladang oleh orang datang,”
Babi, rusa, ayam sebagai sumber makanan sulit bisa didapat, sampai
akhirnya tiba seruan ghaib untuk segera membuang sial, sekaligus mencari tanah leluhur,” cerita
Amat pada Danramil. (red)
No comments:
Post a Comment