Thursday, March 24, 2016

Sekolah Swasta, Hanya Tersisa SMK Kosgoro



Perlu Regulasi yang Berkeadilan
Pasca dibukanya kran kebebesan diikuti program pendidikan gratis bagi sekolah negeri tingkat SMA/SMK sederajat, tak hayal membuat eksistensi sekolah swasta di Kota Solok kian berada diujung tanduk. Salah-satunya adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kosgoro, yang sebelumnya tercatat sebagai salah-satu sekolah swasta favorit/ terbesar di Solok, kini malah ngos-ngosan bertahan hidup. Kedepan, diharapkan segera terlahir sebuah terobosan dan regulasi secara tepat, berkeadilan.

laporan— Solok

Saking beratnya tantangan, saat ini jumlah siswa SMK Korgoro  secara keseluruhan mulai dari kelas X - XII dilaporkan hanya tinggal tersisa sekitar 100 orang, dan  itupun kebanyakan berasal dari luar daerah pula. Akibatnya, sekolah kejuruan kelompok bisnis managemen yang beroperasi di komplek kampus, kawasan Kotopanjang, Kecamatan Lubuk Sikarah, Kota Solok, kondisinya kian mencemaskan, puluhan ruang belajar kosong. 

Kondiisi miris tersebut sudah mulai bergulir semenjak tahun 2005 silam, dimana saat itu seluruh sekolah lanjutan menengah atas (SMA/SMK) sederajat secara serentak membuka kran kebebasan dalam merekrut calon siswa baru. Namun untuk terkesan professional, seluruh sekolah menerapkan sistem penerimaan online (PSB), jalur tes, seleksi,  sebagaimana telah digariskan secara nasional.    

Namun nyatanya,  dibalik terapan sistem PSB online diam-diam tetap membonceng  banyak kepentingan, hingga berjibun calon siswa baru kurang kompeten pun dipaksakan tetap bisa lulus di sekolah yang diinginkan.  Paling tidak, dikondisikan pihak sekolah nimbrung dibangku cadangan, naik di jalan, dan lain sebagainya.        

“Soal kondisi sekarang SMK Kosgoro Solok, masyarakat dapat melihat sendiri bagaimana keadaannya. Penyebabnya, sudah komplikasi, meski kami selaku pihak pengelola sudah berupaya mati-matian mengoperasikan sekolah ini,” tukas Kepala SMK Kosgoro Solok, Anna Zurza, baru-baru ini.

Lebih parah lagi, SMK Wiyata Mandala (kelompok bisnis managemen),  di kelurahan tanah Garam, telah lebih dua tahun terpaksa menjemput ajal gara-gara sekolah itu tak punya siswa baru. Begitupun SMA PGRI, STM Korgoro, STM Kharima, aktivitasnya resmi ditutup. 

Ketua Aliansi Indonesia (AI) Perwakilan Solok, Syofinal Tanjung, menilai, fenomena ini perlu segera disikapi oleh Pemerintah Kota Solok, bagaimana agar sistem pendidikan dapat terselenggara tanpa tumpang tindih, berkeadilan. Seperti misalnya sekolah swasta yang seyogyanya dikelola oleh yayasan, tetap harus diperhitungkan sebagai lembaga pendidikan formal. Jangan dianaktirikan, hingga proses perkembangannya dibiarkan begitu saja.

Sebab Kota Solok termasuk salah-satu daerah yang didentik sebagai kota pendidikan, plus didukung dengan tersedianya lima perguruan tinggi berbagai prodi, setiap tahun menelorkan ratusan tenaga sarjana mulai diploma III hingga S1.  Sudah barang tentu, sebelum memasuki jenjang pendidikan tinggi terlebih dahulu warga masyarakat melewati jenjang SMA/SMK.   

“Walau bagaimanapun, sekolah-sekolah swasta mulai dari tingkat SD –  SMA, SMK sederajat se-Kota Solok adalah asset daerah, maka eksistensinya perlu diperhatikan, dievaluasi secara kontinue. Kalau ada keluhan, masalah, mesti carikan juga solusi,” hemat Syofinal.

Sebagai lembaga kontrol sosial, juga sempat ditekankan Sofinal Tanjung, agar dalam menerimaan calon siswa baru di tingkat SMP, SMA, jangan ada tekanan dari pihak manapun, biarkan pihak sekolah bekerja sesuai procedural.  Seperti misalnya para anggota dewan (DPRD), pejabat pemerintah, aparat ini dan itu, tatkala anak-kemenakan sekalipun dinyatakan gagal tes, jangan dipaksakan untuk tetap diterima. Sebab sikap tak terpuji ini cukup bardampak buruk terhadap mutu dan kwalitas pendidikan, sekaligus membunuh sekolah swasta.       
  
Saking kuatnya arus desakan sejumlah kalangan dalam proses penerimaan siswa baru, sejumlah sekolah akhirnya terpaksa melakukan penambahan lokal, ruang belajar. Seperti misalnya SMKN 1 Kota Solok, jumlah kelas X akhirnya mencapai 18 lokal, siswa ribuan orang, diikuti penambahan lokal di SMAN 1 Kota Solok. Sangat kontras dengan sekolah SMA/ SMK swastas, siswa barunya hanya berjumlah belasan orang.

Meski secara kwalitas terbilang bersaing, sarana prasarana lengkap, gedung kampus milik sendiri, namun sekolah swasta tetap kalah pamor.  Seperti halnya SMK Kosgoro, sebelumnya tercatat sebagai salah-satu sekolah swasta terbesar di Solok, SDM tenaga pendidik cukup handal, para lulusan rata-rata menjadi orang sukses.  

“Kuncinya terletak ditangan pimpinan daerah, sejauh mana ketegasan dan komitmennya untuk mau menegakkan sistem sesuai aturan, mekanisme,” imbuh Syofinal.

Faktor Persaingan, Swasta Lumpuh
Kepala Dinas Pendidikan Kota Solok, Rafatli, menegaskan kondisi miris yang dialami sekolah-sekolah swasta di Kota Solok menurutnya adalah sebuah konsekwensi yang harus diterima seiring kian pesatnya arus globalisasi, persaingan. Bukan serta-merta  hanya disebabkan oleh faktor monopili persaingan oleh sekolah swasta,serta kurang pedulinya Pemko Solok terhadap sekolah swasta.

“Kini masyarakat kian banyak pilihan dalam melanjutkan kemana mereka akan melanjutkan sekolah, baik itu sekolah umum maupun kejuruan. Bukan hanya di Kota Solok, melainkan  fenomena tersebut juga terjadi hampir di semua daerah. Ditambah  gedung sekolah negeri baru terus bermunculan mulai dari di tingkat pelosok, hingga pasar sekolah swasta kian terbatas,” jelasnya.

Kedati demikian, kedepan Dinas Pendidikan akan mencoba memikirkan terobosan secara tepat, hingga sekolah-sekolah swasta mulai dari SD – SMA/SMK tetap dapat beroperasi sebagaimana mestinya. (red)

 

No comments:

Post a Comment