Saturday, August 15, 2015

Menyingkap Tabir Inyiak Balang (1)


Penjaga Kampuang, Bertelinga Bumi 


Percaya atau tidak, yang jelas sosok harimau di mata masyarakat Sumbar tidak hanya dipandang sebagai si-raja hutan, namun juga dipercaya punya nilai historis tersendiri, hingga sosok satwa langka dilindungi ini menjadi satu-satunya hewan predator paling fenomenal. Bahkan, jika berbicara soal sosok harimau, tak jarang pula masyarakat mengait-ngaitkannya dengan unsur mistis, magic, ghaib, serta beragam pemahaman lainnya diluar nalar.  Apa mungkin  ?

Bandaro Mudo— Solok

Seperti halnya di Kabupaten Solok, sampai sekarang sosok harimau juga masih dipercaya sakral dan fenomenal. Terlebih bagi masyarakat yang tinggal di kawasan perkampungan pinggiran, masyarakat nagari yang secara sosial masih kental dengan kultur, adat, dan nilai-nilai kearifan lokal, percaya jika sosok harimau bukan sekadar hewan buas dilindungi. Namun, punya nilai lebih, bersamaan dengan perjalanan panjang peradaban negeri itu sendiri.

Atas dasar itu pula, akhirnya masyarakat Solok juga cenderung mengistimewakan harimau dibanding hewan lainnya, hingga dari segi namanya lazim disebut inyiak balang, bahkan dijuluki si-Ampang Limo. Mengapa, karena bagi masyarakat, sosok si inyiak balang cukup erat kaitannya dengan peradaban negeri dari masa ke masa, dan pemahaman tersebut mengalir secara turun temurun. Bahkan, oleh banyak kalangan, harimau juga dipercaya punya perasaan, naluri, peka terhadap lingkungan, tau mana yang salah dan benar, seperti kodratnya manusia.

Tidak hanya masyarakat pinggiran, pemahaman demikian juga ikut melekat ditengah-tengah masyarakat perkampungan yang tergolong heterogen, bahkan perkotaan. Meski mereka secara sosial lebih berilmu pengetahuan, namun soal cerita yang satu ini, tetap tak bisa dihilangkan. Sampai-sampai, sosok harimau bagi sebahagian warga disebut  sebagai penjaga kampung.

Demikian betul harimau dimata masyarakat Solok sebagai salah satu daerah yang erat kaitannya dengan perjalanan panjang peradaban/kedaulatan Alam Minagkabau, hingga tidak mengherankan bila Solok termasuk salah-satu daerah stategis yang peka dengan nilai-nilai tradisi, adat, budaya, berbagai kearifan lokal. Sebagai simbol kebesaran masyarakat adat Solok, ikut ditandai dengan berdiri megah banyak Rumah Gadang hampir di setiap nagari.

Hewan predator alias Inyiak Balang, konon ada yang menjadi piaraan oleh kalangan tertentu, setelah sebelumnya ditangkap oleh pawang khusus dan kalangan tertentu akibat berbuat kesalahan, seperti memangsa hewan ternak, mengganggu warga.  Lewat serangkaian ritual khusus, sosok harimau buas selanjutnya bertuan pada manusia, dan pada waktu-waktu tertentu bisa dipangil, disuruh-suruh sesuai perintah tuannya.  Namun, kedekatan harimau dengan manusia relatif terbatas, tidak seperti umumnya hewan piaraan, hewan ternak.

Adapun kalangan yang cenderung punya hubungan dengan Inyiak Balang, adalah Tetua Adat, Tuo Silek (tetua silat), Paranromal, Dukun Besar, Orang Keramat, serta kalangan tertentu yang telah ditentukan. Konon tradisi ini dapat diwariskan secara turun temurun, selagi kaidah dan ketentuannya masih tetap terjaga.


                                                 https://forum.lowyat.net/topic/1689324/all

Bahkan,  inyiak balang diyakini bisa saja berhabitat di areal peladangan, hutan ulayat, dengan sebutan si-Ampang Limo. Atau dengan sebutan lain seperti “inyiak” penjaga kampung, yang cukup peka dengan kondisi lingkungan, punya insting, naluri.  Meski begitu, inyiak balang sangat jarang memperlihatkan wujud aslinya (tubuh belang-red), melainkan eksistensinya dibuktikannya secara isyarat.  Ketika ada seseorang yang tersesat di hutan, inyiak balang tak jarang memberikan pertolongan. Sebaliknya, juga bisa marah bila ada warga yang kedapatan berbuat kejahatan, kerugian.

Dasril,45, salah seorang petani asal Nagari Kotosani, Kecamatan X Koto Singkarak, Kabupaten Solok, pernah memiliki pengalaman unik soal keberadaan inyiak balang di kampungnya, berawal ketika ia pada beberapa tahun silam tersesat sepulang mencari madu di hutan ulayat kampungnya.

Ketika itu  hari sudah beranjak senja, langit mulai gelap,  sementara ia masih terkepung dalam lingkungan lebatnya hutan belantara. Dalam suasana yang kian galau, ia pun memutuskan untuk mencoba beserah diri pada Allah SWT seraya minta bantuan pada inyiak balang penjaga hutan.  Tak lama berselang, muncul bunyi-bunyian seperti suara ranting kayu patah hingga ia memutuskan mengikuti aba-aba tersebut. Sampai akhirnya, Dasril betul-betul menemukan jalan setapak yang merupakan jalan umum dari hutan menuju kampung.

“Ketika menuju pulang, saya tersesat, hingga saya memutuskan mengikuti arah bunyi-bunyian yang tiba-tiba muncul. Alhamdulilah, saya berhasil menemukan jalan setapak menuju pusat perkampungan, dan selamat sampai tujuan,” Aku Dasril     

Serupa, Ani ,60, warga Nagari Jawi-jawi, Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok  yang sehari bekerja sebagai pencari kayu bakar. Dalam perjalanan pulang, ia sempat terjebak dalam rimba bertaut dan lebih lima jam berputar-putar tak tentu arah.  Hingga dia bersama putranya mencoba berseru agar diberikan petunjuk.

Ternyata benar, tidak lama berselang, dari kejauhan muncul suara seperti orang memukul-mukul bambu, hinga bunyi-bunyian tersebut diikutinya.  Sampai akhirnya, ibu tiga anak tersebut menemukan jalan pintas menuju pulang  yang sehari-hari memang sering dilewati warga peladang.

“Kalau tidak ada petunjuk, mungkin kami telah mati ditelan hutan lebat itu,”  Kata Ani sembari mengingat kejadian sekitar 15 tahun silam tersebut.

Selaku warga kampung, Ani, meyakini, inyiak balang telah memberikan pentunjuk padanya. Bahkan, baginya inyiak tidak hanya berhabitat di hutan, melainkan juga di dalam perkampungan.  Cuma saja, inyiak balang tidak serta-merta dengan mudah memperlihatkan wujud aslinya pada penduduk layaknya binatang buas lainnya, melainkan hanya dalam bentuk isyarat.  Bahkan, hal tersebut pada sewaktu-waktu bisa juga dibuktikan dengan adanya jejak telapak kaki harimau di tempat-tempat tertentu, serta pembuktian lain yang bisa disaksikan dengan mata kepala. Disaat musim durian, ada buah durian yang didapati warga dalam kondisi terbelah rapih tanpa terpisah dengan tampuknya, seakan dibelah begitu hati-hati. 

“Meski sekarang zaman sudah canggih, saya tetap percaya soal cerita inyiak balang,” Imbuhnya.

Masih banyak pengalaman lainnya dialami masyarakat di berbagai belahan nagari Kabupaten Solok, yang semuanya berkaitan erat dengan keberadaan harimau, hingga menjadi sebuah kearaifan lokal yang terus mengalir secara turun temurun. Terlebih di lingkungan masyarakat pinggiran yang secara sosial cukup dekat dengan alam, kental dengan nilai-nilai tradisi, serta peka terhadap warisan budaya leluhur. 

Percaya atau tidak, namun memang begitulah adanya.  Bahkan ada pula sebahagian kalangan yang meyakini jika areal ladang/kebun garapan secara turun temurun telah dijaga oleh inyiak, dan penjaga kebun misterius tersebut sewaktu-waktu akan marah tatkala ada seseorang yang berniat mencuri, berbuat kerugian. Allahualam bissawab. (Red)

**** Dikutip dari Harian Pagi Padang Ekspres



 












    



     





 

       






No comments:

Post a Comment