Penjaga Kampuang, Bertelinga Bumi
Percaya atau tidak, yang jelas
sosok harimau di mata masyarakat Sumbar tidak hanya dipandang sebagai si-raja
hutan, namun juga dipercaya punya nilai historis tersendiri, hingga sosok satwa
langka dilindungi ini menjadi satu-satunya hewan predator paling fenomenal.
Bahkan, jika berbicara soal sosok harimau, tak jarang pula masyarakat mengait-ngaitkannya
dengan unsur mistis, magic, ghaib, serta beragam pemahaman lainnya diluar nalar. Apa mungkin ?
Bandaro Mudo— Solok
Seperti halnya di Kabupaten
Solok, sampai sekarang sosok harimau juga masih dipercaya sakral dan fenomenal.
Terlebih bagi masyarakat yang tinggal di kawasan perkampungan pinggiran,
masyarakat nagari yang secara sosial masih kental dengan kultur, adat, dan nilai-nilai
kearifan lokal, percaya jika sosok harimau bukan sekadar hewan buas dilindungi.
Namun, punya nilai lebih, bersamaan dengan perjalanan panjang peradaban negeri
itu sendiri.
Atas dasar itu pula, akhirnya masyarakat
Solok juga cenderung mengistimewakan harimau dibanding hewan lainnya, hingga
dari segi namanya lazim disebut inyiak balang, bahkan dijuluki si-Ampang Limo. Mengapa,
karena bagi masyarakat, sosok si inyiak balang cukup erat kaitannya dengan
peradaban negeri dari masa ke masa, dan pemahaman tersebut mengalir secara
turun temurun. Bahkan, oleh banyak kalangan, harimau juga dipercaya punya perasaan,
naluri, peka terhadap lingkungan, tau mana yang salah dan benar, seperti
kodratnya manusia.
Tidak hanya masyarakat
pinggiran, pemahaman demikian juga ikut melekat ditengah-tengah masyarakat perkampungan
yang tergolong heterogen, bahkan perkotaan. Meski mereka secara sosial lebih berilmu
pengetahuan, namun soal cerita yang satu ini, tetap tak bisa dihilangkan. Sampai-sampai,
sosok harimau bagi sebahagian warga disebut sebagai penjaga kampung.
Demikian betul harimau dimata
masyarakat Solok sebagai salah satu daerah yang erat kaitannya dengan perjalanan
panjang peradaban/kedaulatan Alam Minagkabau, hingga tidak mengherankan bila Solok
termasuk salah-satu daerah stategis yang peka dengan nilai-nilai tradisi, adat,
budaya, berbagai kearifan lokal. Sebagai simbol kebesaran masyarakat adat Solok,
ikut ditandai dengan berdiri megah banyak Rumah Gadang hampir di setiap nagari.
Hewan predator alias Inyiak
Balang, konon ada yang menjadi piaraan oleh kalangan tertentu, setelah
sebelumnya ditangkap oleh pawang khusus dan kalangan tertentu akibat berbuat
kesalahan, seperti memangsa hewan ternak, mengganggu warga. Lewat serangkaian ritual khusus, sosok harimau
buas selanjutnya bertuan pada manusia, dan pada waktu-waktu tertentu bisa
dipangil, disuruh-suruh sesuai perintah tuannya. Namun, kedekatan harimau dengan manusia
relatif terbatas, tidak seperti umumnya hewan piaraan, hewan ternak.
Adapun kalangan yang cenderung
punya hubungan dengan Inyiak Balang, adalah Tetua Adat, Tuo Silek (tetua
silat), Paranromal, Dukun Besar, Orang Keramat, serta kalangan tertentu yang telah
ditentukan. Konon tradisi ini dapat diwariskan secara turun temurun, selagi kaidah
dan ketentuannya masih tetap terjaga.
Bahkan, inyiak balang diyakini bisa saja berhabitat
di areal peladangan, hutan ulayat, dengan sebutan si-Ampang Limo. Atau dengan
sebutan lain seperti “inyiak” penjaga kampung, yang cukup peka dengan kondisi lingkungan,
punya insting, naluri. Meski begitu,
inyiak balang sangat jarang memperlihatkan wujud aslinya (tubuh belang-red), melainkan
eksistensinya dibuktikannya secara isyarat.
Ketika ada seseorang yang tersesat di hutan, inyiak balang tak jarang
memberikan pertolongan. Sebaliknya, juga bisa marah bila ada warga yang
kedapatan berbuat kejahatan, kerugian.
Dasril,45, salah seorang
petani asal Nagari Kotosani, Kecamatan X Koto Singkarak, Kabupaten Solok, pernah
memiliki pengalaman unik soal keberadaan inyiak balang di kampungnya, berawal
ketika ia pada beberapa tahun silam tersesat sepulang mencari madu di hutan
ulayat kampungnya.
Ketika itu hari sudah beranjak senja, langit mulai
gelap, sementara ia masih terkepung
dalam lingkungan lebatnya hutan belantara. Dalam suasana yang kian galau, ia
pun memutuskan untuk mencoba beserah diri pada Allah SWT seraya minta bantuan
pada inyiak balang penjaga hutan. Tak
lama berselang, muncul bunyi-bunyian seperti suara ranting kayu patah hingga ia
memutuskan mengikuti aba-aba tersebut. Sampai akhirnya, Dasril betul-betul menemukan
jalan setapak yang merupakan jalan umum dari hutan menuju kampung.
“Ketika menuju pulang, saya
tersesat, hingga saya memutuskan mengikuti arah bunyi-bunyian yang tiba-tiba
muncul. Alhamdulilah, saya berhasil menemukan jalan setapak menuju pusat perkampungan,
dan selamat sampai tujuan,” Aku Dasril
Serupa, Ani ,60, warga Nagari
Jawi-jawi, Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok yang sehari bekerja sebagai pencari kayu
bakar. Dalam perjalanan pulang, ia sempat terjebak dalam rimba bertaut dan lebih
lima jam berputar-putar tak tentu arah. Hingga
dia bersama putranya mencoba berseru agar diberikan petunjuk.
Ternyata benar, tidak lama
berselang, dari kejauhan muncul suara seperti orang memukul-mukul bambu, hinga
bunyi-bunyian tersebut diikutinya. Sampai akhirnya, ibu tiga anak tersebut menemukan
jalan pintas menuju pulang yang
sehari-hari memang sering dilewati warga peladang.
“Kalau tidak ada petunjuk,
mungkin kami telah mati ditelan hutan lebat itu,” Kata Ani sembari mengingat kejadian sekitar
15 tahun silam tersebut.
Selaku warga kampung, Ani, meyakini,
inyiak balang telah memberikan pentunjuk padanya. Bahkan, baginya inyiak tidak
hanya berhabitat di hutan, melainkan juga di dalam perkampungan. Cuma saja, inyiak balang tidak serta-merta dengan
mudah memperlihatkan wujud aslinya pada penduduk layaknya binatang buas
lainnya, melainkan hanya dalam bentuk isyarat. Bahkan, hal tersebut pada sewaktu-waktu bisa juga
dibuktikan dengan adanya jejak telapak kaki harimau di tempat-tempat tertentu, serta
pembuktian lain yang bisa disaksikan dengan mata kepala. Disaat musim durian,
ada buah durian yang didapati warga dalam kondisi terbelah rapih tanpa terpisah
dengan tampuknya, seakan dibelah begitu hati-hati.
“Meski sekarang zaman sudah
canggih, saya tetap percaya soal cerita inyiak balang,” Imbuhnya.
Masih banyak pengalaman
lainnya dialami masyarakat di berbagai belahan nagari Kabupaten Solok, yang
semuanya berkaitan erat dengan keberadaan harimau, hingga menjadi sebuah
kearaifan lokal yang terus mengalir secara turun temurun. Terlebih di
lingkungan masyarakat pinggiran yang secara sosial cukup dekat dengan alam,
kental dengan nilai-nilai tradisi, serta peka terhadap warisan budaya leluhur.
Percaya atau tidak, namun
memang begitulah adanya. Bahkan ada pula
sebahagian kalangan yang meyakini jika areal ladang/kebun garapan secara turun
temurun telah dijaga oleh inyiak, dan penjaga kebun misterius tersebut
sewaktu-waktu akan marah tatkala ada seseorang yang berniat mencuri, berbuat
kerugian. Allahualam bissawab. (Red)
**** Dikutip dari Harian Pagi Padang Ekspres
No comments:
Post a Comment