Saturday, August 15, 2015

Menyingkap Tabir Inyiak Balang (2)


Sering Hadir dalam Sasaran Silek


                                         Aksi Dua Murid Perguruan Silek Harimau Kubuang

Entah itu mitos, tahayul, Namun banyak kalangan di Kabupaten Solok mempercayai jika sosok harimau alias inyiak balang juga punya hubungan tersendiri dengan paranormal/ orang pintar, serta kalangan tertentu dari garis keturunan ditentukan. Jika sewaktu-waktu dibutuhkan, inyiak balang pun juga bisa hadir di tengah perguraun silek (silat) karena inyiak adalah sosok pendekar tangguh. Peka lingkungan, beradat,  dan berteninga bumi,” Bagaimana mungkin  ?    

Bandaro Mudo— Solok

Maka, jangan heran, bila berbicara soal inyiak balang, banyak berkembang cerita-cerita klasik di tengah-tengah masyarakat sebagai satu kesatuan masyarakat hukum adat, yang diantaranya terkadang mengandung pesan moral tersendiri. Selanjutnya cerita-cerita tersebut melebur dan mengalir secara turun temurun hingga menyatu dengan rangkaian sejarah berdirinya negeri itu sendiri. Dibarengi dengan berlakunya kultur, budaya, serta nilai-nilai kearifan lokal/tradisi pada suatu nagari.

Bila ditelisik, cerita unik seputar inyiak balang tidak pernah habisnya, karena di setiap nagari punya cerita tersendiri soal inyiak balang. Namun kali ini, Padang Ekspres hanya mencoba mengutip dua hal saja, yakni soal kedekatan inyiak balang dengan perguruan silat, dan paranormal.

Rizal Cardov Dt. Intan Sati, seorang Tuo Silek asal Nagari Cupak, Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok yang sekaligus Pengasuh Perguruan Silek Harimau Kubuang, di Nagari Cupak dan Kotobaru ,menyebutkan, harimau menurutnya bukan hanya semata-mata binatang buas yang lazim berekosisteem di hutan lebat, melainkan juga maqam-nya silek. Maqam adalah semacam roh, yang pada akhirnya bisa menyatu dalam diri seorang pendekar Minangkabau yang mahir bersilat. Namun juga tidak semua pendekar memiliki maqam harimau, meski mereka terbilang tangkas, mahir, serta lihai memainkan berbagai aliran silek Minangkabau. Melainkan, orang-orang yang memiliki maqam harimau itu, adalah orang-orang pilihan.

Dijelaskan Rizal, dalam ilmu beladiri silat lebih menonjolkan raso (rasa), diikuti ketepatan, kecepatan, dan ketangkasan. Sebelum belajar lebih dalam, seorang calon pendekar terlebih dahulu harus mengenal dirinya, mengenal tuhannya, serta menguasai ilmu agama secara lahir dan bhatin. Yang tak kalah penting, calon seorang pendekar juga harus berhati lapang, penyabar, hingga mampu mengendalikan diri dalam situasi apapun. Hakikit ilmu silat di minagkabau bukan untuk melumpuhkan lawan, namun bagaimana memerangi diri sendiri terhadap hawa nafsu. Di lahir mencari kawan, di bathin mencari Tuhan.

Setelah diri dapat dikendaliakan, dengan sendirinya maqam silek akan masuk ke dalam raga, hingga seseorang itu menjadi pendekar tangguh. Sekalipun seorang pendekar itu sedang tidak sadar ancaman bahaya tengah mengintai, namun secara reflek ia tetap dapat menghindar, mengelak. Seperti idealnya seekor harimau, sangat peka, lincah, cekatan terhadap lingkungan, meski secara kasat mata cenderung terlihat tenang.

“Lihat saja karakter harimau, dibalik bawaannya yang tenang, pendiam, tersimpan karakter tangguh, kuat, serta lincah. Ketika sempat terusik, apalagi tersakiti, niscaya tak satupun hewan lain berani menandinginya. Begitu pula seorang pendekar yang ber-maqam harimau, juga lincah, tangguh,” Jelas Rizal.

Sempat dikisahkan bapak dua anak yang menguasai lima macam aliran silat (silek kinari, silek langkah ampek, silek langkah tigo, silek induak ayam, silek tuo aliran harimau), sewaktu belajar silat dengan gurunya, Cikmai, (alm) di Kotobaru, Kambang, Kabupaten Pesisir Selatan, pernah mengalami peristiwa tak lazim hingga kenangan itu sampai sekarang masih membekas dalam dirinya.

Sedang asyik belajar silat dengan sang guru, sekitar 8 tahun silam,  di halaman belakang rumah, tak disadarinya ternyata ia betul-betul telah bergulat beneran dengan harimau.  Hal itu baru diketahui ketika menjelang waktu subuh, tiba-tiba sang guru mendadak keluar dari dalam gubuknya, namun dengan raut wajah seperti orang baru bangun tidur. Padahal baru dalam hitungan menit saja ia bersama sang guru habis latihan bersama, hingga diantara mereka sempat saling bercucuran keringat.

“Saya kaget, kenapa bisa guru datang melenggang dari gubuknya seperti orang bangun tidur, padahal kami berdua sudah semalam suntuk berlatih silat. Jangankan berkeringat, malah sorot matanya tampak layu, bahkan sempat beberapa kali menguap. Lantas, dengan siapa sesungguhnya semalam bergulat, hati saya seketika berdebar-debar,” Kenang Rizal tentang masa lalunya.

Setelah meneguk segelas air putih, barulah Rizal tersadar, jika saat berlatih semalam memang ada beberapa keganjilan dengan gurunya itu. Dimana tubuh gurunya agak lembut bagaikan kapas, fisiknya relatif kuat, gerakan cenderung rendah dan lincah, setiap kali di serang selalu berhasil mengelak, disertai bau apik menyengat.  Selanjutnya Rizal diberikan arahan oleh gurunya, Cikmai, semua peristiwa yang dialami tersebut adalah bahagian dari ujian seorang calon pendekar, hingga tidak perlu dirisaukan.

“Jika hendak dikupas lebih dalam lagi soal hubungan silat dengan harimau si-inyiak balang, sebenarnya masih banyak rentetan cerita lainnya. Namun ini tak mungkin dibahas untuk umum, karena kajian tersebut belum tentu dapat diterima dan diterjemahkan semua orang. Meski begitu, saya juga bukan seorang pendekar, orang pintar, melainkan hanya orang biasa,” Imbuh Rizal berupaya merendahkan diri.


    Foto: H.Sutan Jauhari Dt.Rajo Bangkeh

Lain halnya dengan H.Sutan Jauhari Dt.Rajo Bangkeh,75, seorang paranormal sekaligus tokoh masyarakat di Nagari Gauang, Kecamatan Kubung, Kabupaten Solok, menurutnya harimau alias inyiak balang tidak bisa dipisahkan dengan sejarah panjang peradaban nagari dan manusia sendiri. Bahkan, kehadiran harimau di Ranah Minang bisa dibilang bersamaan dengan munculnya manusia, hingga satu sama lain punya hubungan emosional, kekerabatan meski alamnya berbeda. Harimau hidup di hutan, sedangkan manusia hidup bermasyarakat mendiami kampung.             

Dijelaskan Sutan Jauhari, berpedoman pada cerita para tetua adat, paranormal terdahulu, tuo silek, sosok harimau begitu peka terhadap lingkungan, serta senantiasa memberikan khabar, sinyal, isyarat pada manusia yang mendiami kampung. Terlebih ketika penduduk kampung sempat terlanjur melakukan perusakan, berbuat kemungkaran, kezaliman, harimau dari pinggir hutan sewaktu-waktu akan mengaum memberikan peringatan, disusul bunyi-bunyian satwa liar lainnya seperti suara simpai, beruk, kera. Akhirnya seketika suasana hutan terdengar heboh.

“Jika inyiak balang telah memberikan peringatan, berarti penduduk kampung itu telah banyak berbuat kerusakan, seperti bezina, berjudi, hingga berbagai perbuatan yang bertentangan dengan adat/agama,” Jelas Sutan Jauhari.

Ketika inyiak balang hendak masuk kampung menuju suatu tempat, ia memiliki jalan perlintasan tersendiri yang tak pernah berobah-robah, dan ini oleh penduduk kampung biasa disebut jalan pinti, atau jalan pinteh.  Di kala inyiak balang sedang lewat, biasanya turut diiringi dengan teriakan suara tupai, burung hantu, dan ramainya suara belalang. Maka, setiap penduduk kampung hendak mendirikan rumah harus terlebih dahulu diperhitungkan letaknya, sebab ada kalanya lokasi yang terlihat strategis merupakan jalan pinti inyiak balang.

Tidak hanya di hutan, sebagahian harimau juga ada yang berhabitat dalam areal perkampungan. Namun keberadaannya tidak mengganggu, justru lebih berperan sebagai penjaga kampung, sekaligus menjadi piaraan sejumlah paranormal, tetua adat, kalangan tertentu. Pada sewaktu-waktu harimau bisa berobah wujud menjadi manusia. Bedanya, ketika berpapasan dengan penduduk, mukanya cenderung menunduk, tidak berani menatap secara langsung,”beber Sutan Jauhari.

Menariknya lagi, setiap ada datang menyusup harimau baru dari negeri lain, kelompok inyiak balang di hutan ulayat maupun rimba belantara, pasti melakukan perlawanan, selanjutnya  mengusir untuk keluar dari daerah kekuasaan mereka. Karena kehadiran harimau pendatang, cenderung mengganggu kestabilan ekosistem hutan, bahkan berpotensi menjarah hewan ternak milik warga.  Hal ini biasanya dapat ditandai dengan hebohnya suara binatang liar di pinggir hutan, hingga penduduk kampung harus segera mengemasi, mengikat, dan mengurung hewan ternaknya selama beberapa dalam kandang.

“Yang cenderung mengganas, bahkan memakan hewan ternak milik warga, bukan inyiak balang, namun itu adalah harimau pendatang, lazim disebut cindaku. Sementara inyiak balang tetap hidup beradat, tau dengan salah dan benar. Instingnya tajam, peka, dan bertelinga bumi,” Imbuh Sutan Jauhari yang juga tercatat mantan Wartawan Harian Semangat di era 1980 - 1990-an.

Seperti halnya kebanyakan harimau berhasil dibunuh, ditangkap, serta diasingkan ke kebun binatang adalah harimau pendatang yang bersalah, bukan inyiak balang. Namun harimau pendatang itu sesungguhnya juga punya kekuatan ghaib. Setelah dihalau masuk perangkap lewat serangkaian ritual khusus, merindu pakai saluang diiringi bunyi-binyian alat musik tradisional, selanjutnya oleh pawang/paranormal yang ditunjuk, dijadikan piaraan penjaga ladang. Tetapi, bagi yang terbukti berbuat kesalahan berat, tetap harus diganjar hukuman berat pula. Bak petuah, berhutang nyawa dibayar nyawa, berhutang darah dibayar darah, serta berhutang budi dibalas budi. 

Namun, seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, pembangunan infratruktur mendesak sampai pelosok negeri, hutan lebat menyempit akibat aktivitas peladangan, cerita seputar eksistensi inyiak balang semakin hilang. Termasuk di Nagari Gauang sebagai salah satu nagari yang awalnya dikenal kental dengan nilai-nilai adat, tradisi, hingga berbagai bentuk kearifan lokal lainnya.

Ketua LKAM Kabupaten Solok, Syafri Dt.Siri Marajo, membenarkan adanya pemahaman, kepercayan tersendiri masyarakat Solok soal seputar inyiak balang, bahkan fenomena tersebut secara alamiah mengalir dari generasi ke generasi. Percaya atau tidak, setiap nagari punya cerita tersendiri tentang harimau hingga akhirnya menyatu kedalam sebuah kerifan lokal yang sulit terbantahkan.

“Barangkali tidak hanya di Kabupaten Solok, namun cerita klasik seputar inyiak balang juga dibilang melegenda hampir di se jagat raya Minangkabau. Meski kisahnya berbeda, motifnya dan pesan moralnya tetap sama,” Kata Syafri.

Walau demikian, pihaknya mengimbau supaya pemahaman, kepercayaan mistis soal inyiak balang jangan sampai jatuh ke sifat syirik, karena semuanya bisa saja terjadi tak terlepas atas kuasa Allah SWT. Sebagaimana tertuang dalam rukun iman, percaya pada yang ghaib, jika Allah SWT menghendaki, tidak ada yang mustahil.  Allahuambissawab (Red)  

*** Dikutip dari Harian Pagi Padang Ekspres ***
  




















 

     










   





 

       






No comments:

Post a Comment