Batu Batikam adalah salah-satu obyek cagar budaya
bersejarah yang terdapat di Jorong Dusun Tuo, Nagari Lima Kaum, Kabupaten Tanahdatar, Provinsi Sumatera Barat. Jika diartikan kedalam Bahasa Indonesia,
Batu Batikam berarti batu yang tertusuk.
Menurut sejarah yang berkembng, lubang tusukan yang ada
di tengah batu itu merupakan bekas dari tusukan keris Datuak
Parpatiah Nan Sabatang. Prasasti Batu Batikam menjadi salah satu bukti
keberadaan Kerajaan Minangkabau di zaman Neolitikum,
Luas situs cagar budaya Batu Batikam sekitar 1.800 meter
persegi, dulu berfungsi sebagai medan nan bapaneh atau tempat bermusyawarah bagi kepala suku. Batu
ini berukuran 55 x 20 x 40 sentimeter, dengan bentuk hampir segi tiga. Pada bagian tengah batu batikam terdiri dari
bahan batuan Andesit.
Susunan batu disekeliling batu batikam seperti sandaran
tempat duduk, berbentuk persegi panjang melingkar. Batu batikam sekaligus menjadi
saksi sejarah yang melambangkan pentingnya perdamaian, musyawarah-mufakat dalam
kehidupan bermasyarakat di Minangkabau
Keunikan
Batu ini
dinamakan batu batikam atau batu tertusuk adalah karena adanya bekas tusukan
pada bagian batu tersebut. Secara
logika, hal ini mungkin sulit diterima dengan akal mengingat batu adalah sebuah
benda padat yang sangat keras, sehingga tidak mungkin untuk ditusuk dan
menyisakan sebuah lobang yang tembus.
Nemun menurut cerita dan
keyakinan masyarakat setempat, Batu Batikam memang merupakan bekas tusukan keris milik Datuak Parpatiah
Nan Sabatang, yang menjadikan batu batikam sebagai simbol perdamaian antar
pemimpin yang berkuasa pada masa itu.
Cerita
lain juga menyatakan bahwa peninggalan sejarah ini dahulu kala merupakan
suatu tempat musyawarah para kepala suku. Hal lain yang menambah
keunikan Batu Batikam adalah adanya sebuah pohon beringin yang sangat besar di
sekitar kawasan tersebut. Selain itu, lubang pada batu batikam dapat
disentuh dan dilihat langsung oleh setiap pengunjung.
Sejarah
Datuak
Parpatiah Nan Sabatang dan Datuak
Katumanggungan adalah dua orang saudara yang
berlainan bapak. Datuak
Parpatiah Nan Sabatang adalah seorang sosok yang dilahirkan dari seorang bapak
yang memiliki darah aristokrat (cerdik pandai).
Sementara Datuak
Katumanggungan adalah sosok yang dilahirkan dari seorang bapak yang otokrat (raja-berpunya).
Tetapi kedua diantara mereka
lahir dari seorang rahim ibu yang sama, dimana seorang wanita biasa seperti
lainnya, bernama Puti Indo Jalito (Bundo Kanduang).
Datuak Parpatiah menginginkan
masyarakat diatur dalam semangat yang demokratis,
atau dalam tatanannya "Duduk sama rendah, berdiri sama tinggi". Namun Datuak
Katumanggungan menginginkan rakyat diatur dalam tatanan yang hirarki "berjenjang sama
naik, bertangga turun". Karena perbedaan inilah akhirnya
mereka bertengkar hebat.
Untuk menghindari pertikaian
dan tidak saling melukai, Datuak Parpatiah dan Datuak Katumanggungan kemudian
menikam batu tersebut dengan keris
sebagai pelampiasan emosinya. Maka batu yang tertusuk akhirnya
berlobang, dan oleh masyarakat Minangkabau disebut Batu Batikam.
Meskipun terkesan menyeramkan,
namun Batu Batikam menjadi salah-satu lokasi wisata yang masih menarik minat
wisatawan. Selain
memiliki keunikan yag membuat wisatawan penasaran, batu ini juga mengandung nilai
pelajaran, pengetahuan, dan hikmah tentang pentingnya perdamaian.
Hingga
saat ini, pendapat yang berbeda antara Datuk Parpatih nan Sabatang dan Datuk
Katumanggungan masih terlihat dari adanya dua keselaran di Minangkabau, yakni
keselarasan Koto Pilang
yang mencerminkan sistem kekuasaan ala Datuk Katumanggungan, dan keselarasan Bodi Chaniago yang merupakan perwujudan
sistem pemeirntah ala Datuk Parpatih Nan Sabatang. (Red)
No comments:
Post a Comment